Sapardi Djoko Damono: "Kenapa aku berada di sini?" tanya kerikil yang goblok itu. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa. [...]
Sapardi Djoko Damono: Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Ia barulah layang-layang jika melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin. [...]
Sapardi Djoko Damono: Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga segerombolan serigala. Entah kena sawan apa, rombongan sulap itu membakar kota sebagai permainannya. [...]
Sapardi Djoko Damono: Angin memahatkan tiga panah kata di kelopak sakura--ada yang diam-diam membacanya. Kemarin tak berpangkal, besok tak berujung--tak tahu mesti ke mana angin menyambut bunga gugur itu. [...]
Sapardi Djoko Damono: Ia tak pernah sempat bertanya kepada dua kali dua hasilnya sama dengan dua tambah dua sedangkan satu kali satu lebih kecil dari satu tambah satu. [...]
Sapardi Djoko Damono: Seberkas bunga plastik di atas meja, asbak yang penuh, dan sebuah buku yang terbuka pada halaman pertama. Kaucari catatan kaki itu, sia-sia. [...]
Sapardi Djoko Damono: Tetapi mengapa Chairil masih saja nampak menonjol di antara kita? Tidak lain karena ia memperhatikan kata. Mengejek mereka yang memperhatikan kata. Mengejek kata. [...]
Sapardi Djoko Damono: Sebagai "binatang jalang"-lah Chairil Anwar merupakan lambang kesenimanan di Indonesia. Mungkin yang paling mirip dengan golongan "binatang jalang" ini adalah orang sakit jiwa. [...]
Sapardi Djoko Damono: Ia melemparkan batu ke dalam sumur mati itu dan mendengar suara yang pernah dikenalnya lama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri. [...]
Sapardi Djoko Damono: Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentak ketika seekor burung menyambar capung, risau bergerak-gerak ketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung. [...]
Sapardi Djoko Damono: Dan serbuk-serbuk hujan tiba dari arah mana saja (cadar bagi rahim yang terbuka, udara yang jenuh) ketika mereka berjumpa. Di ranjang ini. [...]
Sapardi Djoko Damono: Memang absurd, jalan ini kenapa ada ujungnya dan tidak menjulur saja terus-menerus sampai pada batas yang seharusnya juga tidak perlu ada. [...]