Norman Adi Satria: Sebagaimana seorang wanita, Ibu tak segan berairmata demi suami yang butuh mengerti bahwa tangis wanita pertanda masih adanya hati. [...]
Norman Adi Satria: Kami kira baru kemarin kami bertukar cincin. Padahal sudah sejak lama juga cincin itu ditukar dengan beberapa liter beras, lima kardus mi instan, dua kaleng susu, dan tiga lembar sempak baru. [...]
Wiji Thukul: Pulanglah, Nang. Jangan dolanan sama Si Kuncung. Si Kuncung memang nakal, nanti bajumu kotor lagi disirami air selokan. Pulanglah, Nang. Nanti kamu menangis lagi. [...]
Sapardi Djoko Damono: Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis, atau tulang benulang, atau sisa-sisa jasad mereka di sana? Tidak, mereka hanya kenangan. [...]
Norman Adi Satria: Pertama kali aku mendengar suaramu dalam suatu salah sambung yang sangat nyambung. Kita bicara hal yang sama: tiada sesuatu pun yang kebetulan jika diamati dari kacamata takdir. [...]
Norman Adi Satria: Apakah setelah resleting kita terkunci, kita akan singgah ke warung fotocopy, melaminating kondom bekas kita dan kita pajang dengan figura? [...]
Norman Adi Satria:Aku sedang mencari tanggal dimana kita pertama kali bertemu. Aku ingin melihat senyummu yang tak pernah lagi kau berikan untukku. Barangkali senyummu yang dulu menempel di kalender itu. [...]
Sapardi Djoko Damono: Barangkali hidup adalah doa yang panjang, dan sunyi adalah minuman keras. Ia merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga. [...]
Norman Adi Satria: Beberapa suami memang sengaja membiarkan istrinya mengendarai motor tanpa helm agar ketika terjadi kecelakaan kepalanya pecah, otaknya berhamburan, mampus! [...]
Norman Adi Satria: Kita belum mengerti betul apakah disana kita masih butuh senggama dengan seribu bidadari selagi seteguk air sungainya melebihi orgasme duniawi. [...]
Norman Adi Satria: Bisakah untuk kali ini kita ngopi saja tanpa beban makna apa-apa, tanpa peduli segala filosofi di baliknya, bodo amat besar mana susumu atau susunya [...]
Joko Pinurbo: Gawat. Sebulan terakhir ini sudah banyak orang menjadi korban gigit anjing gila. Mereka diserang demam berkepanjangan bahkan ada yang sampai kesurupan. [...]
Norman Adi Satria: Dulu ayah pernah membuat Bulldozer dari pasir, melindas rumah sederhana milik orang miskin yang tak mengerti apa-apa soal hukum. [...]
Norman Adi Satria: Tuhan memang lebih gemar meninggalkan pertanda-pertanda daripada harus berkata-kata, karena Dia menyadari apa yang diucap-Nya harus terjadi. [...]
Norman Adi Satria: Puisiku adalah ibadahku, meski bagi orang lain ibadah adalah hobi, sekedar rutinitas, iseng-iseng, tempat cari senang, dan ladang mencari uang. [...]
Norman Adi Satria: Wah, saya sekeluarga sedang tidak sehat, Bu. Ayah saya stroke, ibu saya diabetes, anak saya flek paru-paru, istri saya kanker serviks, sayanya kena pileks. [...]