Norman Adi Satria: Sebagaimana seorang wanita, Ibu tak segan berairmata demi suami yang butuh mengerti bahwa tangis wanita pertanda masih adanya hati. [...]
Norman Adi Satria: Susahmu selamanya melebihiku. Kau tak pernah mau melibatkanku dalam remuknya jiwamu, dalam setiap gelisahmu. "Jangan, Nak, kau kini punya gelisahmu sendiri." katamu. [...]
Wiji Thukul: Jika kautahan kata-katamu, kau akan diperlakukan seperti batu, dibuang, dipungut. Atau dicabut seperti rumput. Atau menganga, diisi apa saja menerima. [...]
Wiji Thukul: Seperti tanah lempung pinggir kampung, masa laluku kuaduk-aduk, kubikin bentuk-bentuk, patung peringatan. Berkali-kali kuhancurkan, kubentuk lagi. Patungku tak jadi-jadi. [...]
Sapardi Djoko Damono: Apakah masih ada manfaat membaca mantra, yang fasih mendongeng tentang hilir, tentang muara, tentang samudra, tentang cakrawala. [...]
Sapardi Djoko Damono: Tangkap bunyi, pekat bagai muslihat, lempar ke lontar. Susun lontar atas lontar agar berkobar tembang ketika kita merabanya. [...]
Sapardi Djoko Damono: Apakah akan kita jumpai wajah-wajah bengis, atau tulang benulang, atau sisa-sisa jasad mereka di sana? Tidak, mereka hanya kenangan. [...]
Sapardi Djoko Damono: Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu. Saksikan saja dengan teliti bagaimana Matahari memulasnya warna-warni, sambil
diam-diam membunuhnya dengan hati-hati sekali. [...]
Joko Pinurbo: Hujan-hujan begini, penjual bakso dan anaknya lewat depan pintu rumahku. Ting ting ting. Seperti suara mangkok dan piring peninggalan ibuku. [...]
Norman Adi Satria: Pertama kali aku mendengar suaramu dalam suatu salah sambung yang sangat nyambung. Kita bicara hal yang sama: tiada sesuatu pun yang kebetulan jika diamati dari kacamata takdir. [...]
Norman Adi Satria: Apakah setelah resleting kita terkunci, kita akan singgah ke warung fotocopy, melaminating kondom bekas kita dan kita pajang dengan figura? [...]
Joko Pinurbo: Pada usia lima tahun ia menemukan tahilalat di alis ibunya, terlindung bulu-bulu hitam lembut, seperti cinta yang betah berjaga di tempat yang tak diketahui mata. [...]
Norman Adi Satria:Aku sedang mencari tanggal dimana kita pertama kali bertemu. Aku ingin melihat senyummu yang tak pernah lagi kau berikan untukku. Barangkali senyummu yang dulu menempel di kalender itu. [...]