Norman Adi Satria: Ia membuka laci gerobaknya, dua lembar duit merah bergambar perahu layar menyapa. "Masih jauh untuk menuju Pak Harto, Nak." ucapnya. [...]
Norman Adi Satria: Sebagaimana seorang wanita, Ibu tak segan berairmata demi suami yang butuh mengerti bahwa tangis wanita pertanda masih adanya hati. [...]
Norman Adi Satria: Namun siapa bisa menggarami "konon"? Siapa mampu menggarami kepercayaan? Andai pun bisa, sebanyak apapun digarami "konon" akan segera lenyap jika tak terbukti. [...]
Joko Pinurbo: Gawat. Sebulan terakhir ini sudah banyak orang menjadi korban gigit anjing gila. Mereka diserang demam berkepanjangan bahkan ada yang sampai kesurupan. [...]
Norman Adi Satria: Nak, membacakan puisi tak perlu melulu bergelora. Bacalah seperti biasa namun dengan sepenuh jiwa. Karena pendengar puisi bukanlah telinga namun hati. [...]
Norman Adi Satria: "Kau minta yang mirip bapakmu kan? Aku memotong rambutmu sama dengan bapakmu di usiamu. Kakekmu temanku, dia seorang tentara." [...]
(Norman Adi Satria): Dalam kayuh yang melambat Ayah mengolah pikir begitu cepat mencoba menyusuri memori kapan ia ke gereja terakhir kali, sekedar untuk menjawab: "Papa juga pernah, Nak, namun sudah lama sekali." [...]
(Pramoedya Ananta Toer) : Apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga-abadi. [...]
Norman Adi Satria: "Nak, untuk mandi seperti ini kita tak perlu jadi orang kaya, jadilah orang yang mampu melakukan apapun dalam keterbatasan yang ada." [...]