Norman Adi Satria: Kisah cinta kita dimulai dengan sangat sederhana. Ketika itu plastik gorenganku koyak. Tempe mendoan, dages, dan tahu brontak jatuh berserak. [...]
Norman Adi Satria: Jangan tanyakan pada bibirku. Selamanya ia akan mengutuki kepergianmu. Jangan tanyakan pada kakiku. Selamanya ia akan menolak menempuhi jalanmu. [...]
Norman Adi Satria: Apakah tentang segalamu aku tak boleh lagi, semacam dukacitamu yang tak usah lagi kutangisi, seperti doamu yang jangan sampai kuamini? [...]
Norman Adi Satria: Rugi rasanya, sudah hilang perawan, lagi haid diembat juga, sekarang menyalahkan orang lain dan keadaan atas janji yang tak bisa diwujudkan. [...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi. [...]