Norman Adi Satria: Kisah cinta kita dimulai dengan sangat sederhana. Ketika itu plastik gorenganku koyak. Tempe mendoan, dages, dan tahu brontak jatuh berserak. [...]
Norman Adi Satria: Begitu banyak identitas temporal yang kita sandang sehari-hari, termasuk sebagai pendukung Prabowo atau Jokowi. Sayangnya kita kerap lupa identitas permanen yang kita sandang: sebagai manusia, sebagai bangsa. [...]
Norman Adi Satria: Tidak sedikit omongan semena-mena yang berniat durjana sengaja dilabeli "puisi" lengkap dengan tipografinya supaya terhindar dari problema. [...]
Norman Adi Satria: Yang melongok dari tepian menyebutnya jurang yang teramat dalam. Yang tengadah di dasar menyebutnya tebing tinggi yang teramat curam. [...]
Norman Adi Satria: Apa cincin kawin itu kita tukar saja dengan beras? Bukankah menghindarkan kekasih dari busung lapar lebih pantas disebut tanda cinta ketimbang logam yang melingkar di jemarinya? [...]
Norman Adi Satria: Kristenisasi bahkan takkan membuatmu jadi Kristen! Karena yang Kristen saja tak Kristen-Kristen amat. Hari ini ke gereja, besoknya kumat [...]
Norman Adi Satria: Tak disangka-sangka, planet Mars yang awalnya diyakini tak berpenghuni ternyata ditinggali penduduk asli yang menamai diri: Primars! [...]
Norman Adi Satria: Rugi rasanya, sudah hilang perawan, lagi haid diembat juga, sekarang menyalahkan orang lain dan keadaan atas janji yang tak bisa diwujudkan. [...]
Joko Pinurbo: Buat orang semelankolia saya, membaca puisi sering lebih mujarab dari minum obat dan saya berusaha tidak telat minum puisi sebab akibatnya bisa gawat. [...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi. [...]