Wiji Thukul: Aku bukan artis pembuat berita, tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa. Puisiku bukan puisi tapi kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan. [...]
Wiji Thukul: Menjadi diri sendiri adalah tindakan subversi di negeri ini. Maka selalu siaga polisi, tentara, hukum dan penjara bagi siapa saja yang menolak menjadi orang lain. [...]
Norman Adi Satria: Pak Polisi, saya mau melaporkan dia karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yaitu melaporkan saya atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan. [...]
Norman Adi Satria: Jangankan anak-anak, kulkas, tv, mesin cuci, setrika, bpkb motor, handphone china, dan cincin kawin pun kami sekolahkan, setinggi-tingginya. [...]
Sujiwo Tejo: Haruskah senyum itu disubsidi sehingga untuk tersenyum saja orang harus dibayangi oleh uang rakyat dan haram atau halalkah senyum yang seperti itu? [...]
Emha Ainun Nadjib (Cak Nun): Ingat Pancasila, ingat Idul Adha. Aneh, apakah karena pesta pengorbanan? Apakah karena di bumi Pancasila ini makin sedikit orang yang mau berkorban, makin banyak orang yang mengorbankan orang lain? [...]
Cak Nun: Sang Bapak mengisap rokok kretek. Menghirup kopi tubruk. Mengisap pentil susu bumi. Mengirup samudra. Glegeken ludahnya Gusti Allah. Yang diisap pentil susu bumi, karena langit dianggap tak punya lagi pentil. [...]
Kahlil Gibran: Betapa anehnya, Anakku, bahwa dua burung yang terhormat ini harus saling menyerang. Tidakkah langit cukup luas untuk mereka berdua? [...]
WS Rendra: Menghisap sebatang lisong, melihat Indonesia Raya, mendengar 130 juta rakyat, dan di langit dua tiga cukong mengangkang, berak di atas kepala mereka. [...]
Norman Adi Satria: Pada suatu hari anak seorang bandit menjadi polisi. Pemirsa ribut menerka endingnya, kepada siapa anak bakal jadi durhaka, ayahanda ataukah negara? [...]
Wiji Thukul: Tak menyerah aku pada tipu daya bahasamu yang keruh dan penuh genangan darah. Aku menulis, aku menulis, terus menulis sekalipun teror mengepung. [...]
Wiji Thukul: Siapa mau disamakan dengan tikus, didudukkan di kursi terdakwa, dituding tuan jaksa ingin menggulingkan negara hanya karena berorganisasi dan punya lain pendapat? [...]
Wiji Thukul: Di pinggir jalan berdiri toko-toko baru dan macam-macam bangunan. Kampung kami di belakangnya, riuh dan berjubel seperti kutu kere kumal. [...]
Wiji Thukul: Jika kautahan kata-katamu, kau akan diperlakukan seperti batu, dibuang, dipungut. Atau dicabut seperti rumput. Atau menganga, diisi apa saja menerima. [...]
Wiji Thukul: Sandal jepit dan ubin mengkilat. Betapa jauh jarak kami. Uang sepuluh ribu di sakuku, di sini hanya dapat dua buku. Untuk keluargaku cukup buat makan seminggu. [...]