Cak Nun: Marilah kita bercinta pada tempatnya. Kaumencinta itu dan bersedia menerima apa yang mampu kuberikan, sementara aku pun mencintai penderitaanmu. [...]
Norman Adi Satria: Apakah setelah resleting kita terkunci, kita akan singgah ke warung fotocopy, melaminating kondom bekas kita dan kita pajang dengan figura? [...]
WS Rendra: Perempuan yang cemburu dadanya bagai dua buah kelapa gading, tergunjing-gunjing di dalam blusnya yang merah jambu kerna napasnya yang menderu. [...]
Norman Adi Satria: Aku bisa onani sendiri! Aku bisa! Tapi apakah onani tak akan menyakiti sebuah pernikahan yang suci? Sedangkan onani adalah bercinta dengan bayangan Miyabi! [...]
Cak Nun: Sebenarnya aku punya harga diri yang tinggi, semacam keangkuhan, tapi setiap perempuan pada akhirnya akan menyadari bahwa keangkuhan hanyalah selapisan amat tipis dari kebutuhan perasaannya yang sebenarnya. [...]
Cak Nun: Dan, ini yang penting: ia tak menyetubuhiku! Aku makin gugup... Demikianlah, kami hanya bersetubuh batin. Begitu singkat, tapi segala yang kupertahankan di batinku, ambrol. [...]
Budi Lengket: Membaca cerpen-cerpennya sambil memainkan alat kelamin dan saya puncratkan sperma ke atas layar kaca itu, saat wajah Djenar tampil membawakan sebuah acara (suatu waktu). Saya merasa sedang sakit jiwa. Sementara Djenar tak tahu apa kabarnya di sana. [...]