Chairil Anwar
Kumpulan Puisi dan Kata Bijak karya Chairil Anwar.
Chairil Anwar: Pada daun gugur tanya sendiri, dan sama lagu melembut jadi melodi!
[...]
Chairil Anwar: Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu, burung-burung asing bermain keliling kepalanya dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada gaun.
[...]
Norman Adi Satria: Chairil harus berkompromi dengan "hasrat"-nya. Kalau meminjam istilah Sapardi Djoko Damono, Chairil harus "bilang begini, maksudnya begitu".
[...]
Chairil Anwar: Terbang mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat -- the only possibel non-stop flight.
[...]
Chairil Anwar: Kalau kau mau kuterima kau kembali, untukku sendiri tapi. Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
[...]
Chairil Anwar: Aku mau bebas dari segala. Merdeka. Juga dari Ida.
[...]
Chairil Anwar: Berdiri tersentak dari mimpi aku bengis dielak. Tangan meraba ke bawah bantalku, keris berkarat kugenggam di hulu.
[...]
Sajak Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar pernah dituduh sebagai hasil plagiasi (jiplakan) dari Sajak The Young Dead Soldiers Do Not Speak karya Archibald MacLeish.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Sebagai "binatang jalang"-lah Chairil Anwar merupakan lambang kesenimanan di Indonesia. Mungkin yang paling mirip dengan golongan "binatang jalang" ini adalah orang sakit jiwa.
[...]
Chairil Anwar: Baik, baik aku akan menghadap Dia. Menyerahkan diri dan segala dosa. Tapi jangan tentang lagi aku. Nanti darahku jadi beku.
[...]
Chairil Anwar: Tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang. Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku.
[...]
Chairil Anwar: Lihatlah cinta jingga luntur: Kalau datang nanti topan ajaib menggulingkan gundu, memutarkan gasing, memacu kuda-kudaan, menghembus kapal-kapalan. Aku sudah lebih dulu kaku.
[...]
Chairil Anwar: Ketawa diadukannya giginya pada mulut Chairil; dan bertanya: Adakah, adakah kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
[...]
Chairil Anwar: Begitulah perempuan! Hanya suatu garis kabur bisa dituliskan dengan pelarian kebuntuan senyuman.
[...]
Chairil Anwar: Beta Pattiradjawane, kikisan laut. Berdarah laut. Beta api di pantai.
[...]
Chairil Anwar: Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil, juga di negeri jauh itu surya tidak kembali?
[...]
Chairil Anwar: Matamu ungu membatu. Masih berdekapankah kami atau mengikut juga bayangan itu?
[...]
Chairil Anwar: Ini muka penuh luka, siapa punya ? Kudengar seru menderu dalam hatiku. Apa hanya angin lalu ?
[...]
Chairil Anwar: Hidup hanya menunda kekalahan, tambah terasing dari cinta sekolah rendah. Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah.
[...]
Chairil Anwar: Mari tegak merentak. Diri-sekeliling kita bentak.
[...]
Chairil Anwar: Jiwa bertanya: Dari buah, hidup kan banyakan jatuh ke tanah? Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia.
[...]
Chairil Anwar: Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi...!? Kini aku meringkih dalam malam sunyi.
[...]
Chairil Anwar: Dalam lari, dihempaskannya pintu keras tak berhingga. Hancur-luluh sepi seketika dan paduan dua jiwa.
[...]
Chairil Anwar: Tujuh belas tahun kembali. Bersepeda sama gandengan kita jalani ini jalan.
[...]
Chairil Anwar: Mencucuk menerang hingga belulang. Kawan, kawan, kita mengayun pedang ke Dunia Terang!
[...]
Chairil Anwar: Menguak purnama. Caya menyayat mulut dan mata. Menjengking kereta. Menjengking jiwa. Sayatan terus ke dada.
[...]
Chairil Anwar: Sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang.
[...]
Chairil Anwar: Laron pada mati terbakar di sumbu lampu. Aku juga menemu ajal di cerlang caya matamu.
[...]
Chairil Anwar: Jiwa satu teman lucu. Dalam hidup, dalam tuju.
[...]
Chairil Anwar: Cumbu-buatan satu biduan. Kujauhi ahli agama serta lembing-katanya.
[...]
Chairil Anwar: Kita musti bercerai sebelum kicau murai berderai. Terlalu kita minta pada malam ini.
[...]
Chairil Anwar: Aku menyeru tapi tidak satu suara membalas, hanya mati di beku udara.
[...]
Chairil Anwar: Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah, Tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau basah!
[...]
Chairil Anwar: Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia. Kamar begini, 3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!
[...]
Chairil Anwar: Aku suka pada mereka yang berani hidup. Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam.
[...]
Chairil Anwar: Ina Mia menarik napas panjang di tepi jurang napsu yang sudah lepas terhembus, antara daun-daunan mengelabu kabut cinta lama, cinta hilang.
[...]
Chairil Anwar: Sudah dulu lagi terjadi begini. Jari tidak bakal beranjak dari petikan bedil.
[...]
Chairil Anwar: Sorga hanya permainan sebentar. Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.
[...]
Chairil Anwar: Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
[...]
Chairil Anwar: Sorga yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu dan bertabur bidari beribu.
[...]
Chairil Anwar: Kupilih kau dari yang banyak, tapi sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring.
[...]
Chairil Anwar: Betina, jika di barat nanti menjadi gelap, turut tenggelam sama sekali juga yang mengendap, di mukamu tinggal bermain Hidup dan Mati.
[...]
Chairil Anwar: Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
[...]
Chairil Anwar: Udara bertuba. Setan bertempik. Ini sepi terus ada.
[...]
Chairil Anwar: Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram.
[...]
Chairil Anwar: Aku memang benar tolol ketika itu, mau pula membikin hubungan dengan kau.
[...]
Chairil Anwar: Kau kembang, aku kumbang. Aku kumbang, kau kembang.
[...]
Chairil Anwar: Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu.
[...]
Chairil Anwar: Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu? Ah, Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
[...]
Chairil Anwar: Bukan kematian benar menusuk kalbu. Keridlaanmu menerima segala tiba.
[...]