Puisi Kehidupan
Kumpulan Puisi Mengharukan dan Inspiratif Tentang Perjalanan Kehidupan Manusia di Dunia 2016.
Wahyu Arsyad: Pada ke-Good Boy-an ku, aku mencoba menjadi Bad Boy.
[...]
Wiji Thukul: Beri-berilah aku ketajaman untuk membutakan mataku.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Malam ini Puteri Salju, kemarin Bawang Putih, besok Sinderela, ya Bu. Biar Pangeran datang menjemputku.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ada yang sedang menyanyikan beberapa ayat kitab suci yang sudah sangat dikenalnya tapi ia seperti takut mengikutinya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Apakah ada cahaya yang tanpa bayang-bayang?
[...]
Wahyu Arsyad: Darinya... Sudah banyak yang menetas. Mulai dari orang bangsat, orang biasa, orang kaya, orang rindu, orang cinta. Penyair...
[...]
Norman Adi Satria: Pak Polisi, saya mau melaporkan dia karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yaitu melaporkan saya atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ia tak pernah berjanji kepada pohon untuk menerjemahkan burung menjadi api.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Di dalam rumah: tangis seorang gadis kecil, lalu suara menghibur seorang ibu menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.
[...]
Sapardi Djoko Damono: "Kenapa aku berada di sini?" tanya kerikil yang goblok itu. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Ia barulah layang-layang jika melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Kalau aku terbaring sakit seperti ini, suka kubayangkan ada selembar daun tua kena angin dan lepas dari tangkainya.
[...]
Norman Adi Satria: Orang Jawa memang suka merendah, tapi jangan coba-coba merendahkannya.
[...]
Norman Adi Satria: Perut ditendang lagi, Ibu bergumam: wah, esok jadi pesepakbola anakku, kencang betul tendangannya.
[...]
Wiji Thukul: Dari tingkat empat, kalau aku melompat, diriku rata oleh aspal dan lalu lintas. Tapi akankah bertemu atau tetap gelisah mencari.
[...]
Wiji Thukul: Tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia. Tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia. Adalah buku lapar arti.
[...]
Wiji Thukul: Sahabat-sahabat manusia huruf-huruf puisi.
[...]
Norman Adi Satria: Sungguh tidak arif memeteraikan sepenggal sejarah di bahu para pembaharu; meyakini darah selamanya mengandung kutuk turun temurun dari leluhur.
[...]
Norman Adi Satria: Entah apakah suatu saat kelak foto itu bakal di pajang pada bungkus rokok dengan embel-embel tulisan "Rokok Membunuh Chairil" atau tidak.
[...]
Chairil Anwar: Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu, burung-burung asing bermain keliling kepalanya dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada gaun.
[...]
Norman Adi Satria: Ternyata babi adalah binatang yang paling baik karena bukan cuma berani kotor, dia takut bersih.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah anak manusia memang mesti begitu, di tiap zaman ingin tampil semakin berbeda, hanya demi kian jauh dari bayang-bayang anak monyet yang katanya masih sanak keluarga?
[...]
Joko Pinurbo: Tubuhku rumah kontrakan yang sudah sekian waktu aku diami sampai aku lupa bahwa itu bukan rumahku.
[...]
Norman Adi Satria: Melihat orang kaya raya buang sampah sembarangan dari jendela mobilnya, aku sontak berpikir: apakah ia menjadi kaya bukan karena atitude?
[...]
Siti Rohmah Dani: Semoga nisan tetap bersabar menantiku bernama diatasnya dan menari sambil berlari di bawahnya.
[...]
Norman Adi Satria: Ia membuka laci gerobaknya, dua lembar duit merah bergambar perahu layar menyapa. "Masih jauh untuk menuju Pak Harto, Nak." ucapnya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Kalau si empunya kebetulan mampir ke rumahnya sendiri, istilahnya: parkir.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Batu kecil yang tadi iseng kaulemparkan ke dalam kolam pemancingan itu mendadak sadar dan membayangkan dirinya ikan.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah jalanan telah menghinakan kami? Apakah memusnahkan kami memuliakanmu?
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua. Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku.
[...]
Norman Adi Satria: Sesiapa yang sekedar jadi binatang, meski sejalang-jalangnya, biarpun dikoyak sepi sesepi-sepinya, belum layak mati bergelar pujangga!
[...]
Sapardi Djoko Damono: Percik-percik cahaya. Lalu kembali hijau namamu, daun yang menjelma kupu-kupu.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ia tak pernah sempat bertanya kepada dua kali dua hasilnya sama dengan dua tambah dua sedangkan satu kali satu lebih kecil dari satu tambah satu.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Di depan pintu: bayang-bayang bulan terdiam di rumput.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Aku tengah menantimu, mengejang bunga randu alas. di pucuk kemarau yang mulai gundul itu
[...]
Sapardi Djoko Damono: Seberkas bunga plastik di atas meja, asbak yang penuh, dan sebuah buku yang terbuka pada halaman pertama. Kaucari catatan kaki itu, sia-sia.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ada sepasang beca bernyanyi lirih di muara gang tengah malam, sementara si abang sudah tertidur sebelum gerimis reda.
[...]
Norman Adi Satria: Biar mampus! Makanya, jalani kodrat dengan tanpa syarat! Jika tidak, bersiaplah dilaknat!
[...]
Norman Adi Satria: Ia mungkin masih memiliki pantai yang sama, tapi ombak selalu berganti, entah dimana kini ombak yang dulu menyapu dua pasang jejak sejoli.
[...]
Ali Hasjmy: Bukan salah bunda mengandung, Buruk suratan tangan sendiri, Sudah nasib, sudah untung, Hidup malang hari ke hari.
[...]
Riska Cania Dewi: Bahagia di atas penderitaan. Seperti apa? Seperti saatku mengandung calon putri kerajaan.
[...]
Wiji Thukul: Wani, bapakmu harus pergi. Kalau teman-temanmu tanya kenapa bapakmu dicari-cari polisi, jawab saja: ”Karena bapakku orang berani.”
[...]
Norman Adi Satria: Oh, betapa kotor dan baunya yang keluar dari lubang-lubang tubuhku. Ucapku tak bisa lagi masuk ke mulut, sebagaimana kotoran yang tak kembali ke perut.
[...]
Norman Adi Satria: Ketika kesederhanaan dirumuskan, seketika kesederhanaan tak lagi sesederhana itu.
[...]
Chairil Anwar: Berdiri tersentak dari mimpi aku bengis dielak. Tangan meraba ke bawah bantalku, keris berkarat kugenggam di hulu.
[...]
Joko Pinurbo: Bahkan celana memilih nasibnya sendiri: ia pergi ke pasar loak justru ketika aku sedang giat belajar bugil dan mandi.
[...]
Joko Pinurbo: Biar kutabung airmataku buat hari tua. Bila kelak aku meninggal, kalian bisa memandikan jenazahku dengan tabungan airmataku.
[...]
WS Rendra: Aku pulang. Setelah mati di dalam hutan dan hidup kembali.
[...]
Norman Adi Satria: Sekali abai soal rasa, maka makananmu hanya tinggal cerita.
[...]
Wiji Thukul: Alamat rumah kami punya, tapi sayang, kami butuh tanah.
[...]