Puisi Kehidupan
Kumpulan Puisi Mengharukan dan Inspiratif Tentang Perjalanan Kehidupan Manusia di Dunia 2016.
Norman Adi Satria: Dee, jangan mau dibohongi oleh orang yang bilang: kita harus keluar dari zona nyaman!
[...]
Norman Adi Satria: Noise memang harus dibungkam! Nada-nada sumbang harus direkam ulang!
[...]
Norman Adi Satria: Murid kurang ajarmu ini kini jadi penyair kurang ajar
yang masih suka memberontak segala hal yang tak dianggap benar.
[...]
Wahyu Arsyad: Pada ke-Good Boy-an ku, aku mencoba menjadi Bad Boy.
[...]
Norman Adi Satria: Ia tengah pusing merumuskan bagaimana cara berpikir yang filsafati yang paling mendekati hakiki.
[...]
Norman Adi Satria: Yang jadi problema adalah yang kau ngerti setelah satu adalah dua. Padahal setelah satu bisa saja 1,000000...1 dan seterusnya.
[...]
Norman Adi Satria: Begitu banyak identitas temporal yang kita sandang sehari-hari, termasuk sebagai pendukung Prabowo atau Jokowi. Sayangnya kita kerap lupa identitas permanen yang kita sandang: sebagai manusia, sebagai bangsa.
[...]
Norman Adi Satria: Anak nakal yang cengeng mau jadi apa kau besar nanti? Begundal melankolis atau penjahat kelamin romantis?
[...]
Norman Adi Satria: Bilang saja pada mereka: ayahku sangat egois dalam hal duka. Ia tak ingin membagi secuilpun dukanya kepada orang lain.
[...]
Norman Adi Satria: Kerna kutukan ibu adalah doa dan kedurhakaan anak adalah aniaya.
[...]
Norman Adi Satria: Yang melongok dari tepian menyebutnya jurang yang teramat dalam. Yang tengadah di dasar menyebutnya tebing tinggi yang teramat curam.
[...]
Wiji Thukul: Beri-berilah aku ketajaman untuk membutakan mataku.
[...]
Norman Adi Satria: Banyak penyair yang berkeinginan puisinya dapat membuka mata para pembaca. Puisi saya justru ingin pembacanya menutup mata.
[...]
Norman Adi Satria: Mbah Kakung tidak pilah pilih ayat saat membaca. Tidak seperti kebanyakan orang yang hanya mau membaca ayat sukacita.
[...]
Norman Adi Satria: Apa cincin kawin itu kita tukar saja dengan beras? Bukankah menghindarkan kekasih dari busung lapar lebih pantas disebut tanda cinta ketimbang logam yang melingkar di jemarinya?
[...]
Sapardi Djoko Damono: Malam ini Puteri Salju, kemarin Bawang Putih, besok Sinderela, ya Bu. Biar Pangeran datang menjemputku.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ada yang sedang menyanyikan beberapa ayat kitab suci yang sudah sangat dikenalnya tapi ia seperti takut mengikutinya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Apakah ada cahaya yang tanpa bayang-bayang?
[...]
Norman Adi Satria: Apa yang lebih sedih daripada puisi? Tanyakan pada penyair apa yang tidak ia tulis di dalamnya.
[...]
Norman Adi Satria: Yang kau dengar: terima kasih ya atas masukannya. Yang sesungguhnya ingin kuucap: sok tahu lu, kadal bunting!
[...]
Norman Adi Satria: Puisi yang hidup itu kamu bunuh, kamu iris perutnya, kamu edel-edel ususnya, menerka: huh, kebanyakan mi instan!
[...]
Wahyu Arsyad: Darinya... Sudah banyak yang menetas. Mulai dari orang bangsat, orang biasa, orang kaya, orang rindu, orang cinta. Penyair...
[...]
Norman Adi Satria: Ia mengeduk sebuah kubur, mencekik leher benulang. Ia maki: lu mau hidup lagi, hah?!
[...]
Norman Adi Satria: Pak Polisi, saya mau melaporkan dia karena telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan yaitu melaporkan saya atas tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ia tak pernah berjanji kepada pohon untuk menerjemahkan burung menjadi api.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Di dalam rumah: tangis seorang gadis kecil, lalu suara menghibur seorang ibu menyelundupkan ajal ke negeri dongeng.
[...]
Sapardi Djoko Damono: "Kenapa aku berada di sini?" tanya kerikil yang goblok itu. Kini ia terjepit di sela-sela kembang ban
dan malah bertanya kenapa.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Layang-layang barulah layang-layang jika ada angin memainkannya. Ia barulah layang-layang jika melayang, meski tak berhak membayangkan wajah angin.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Kalau aku terbaring sakit seperti ini, suka kubayangkan ada selembar daun tua kena angin dan lepas dari tangkainya.
[...]
Norman Adi Satria: Tidak semua fakta bisa dibeber terbuka kerna kau bukan peneliti sains namun peneliti kekurangan orang lains.
[...]
Norman Adi Satria: Orang Jawa memang suka merendah, tapi jangan coba-coba merendahkannya.
[...]
Norman Adi Satria: Perut ditendang lagi, Ibu bergumam: wah, esok jadi pesepakbola anakku, kencang betul tendangannya.
[...]
Wiji Thukul: Dari tingkat empat, kalau aku melompat, diriku rata oleh aspal dan lalu lintas. Tapi akankah bertemu atau tetap gelisah mencari.
[...]
Wiji Thukul: Tak pernah selesai pertarungan menjadi manusia. Tak pernah terurai pertarungan menjadi rahasia. Adalah buku lapar arti.
[...]
Wiji Thukul: Sahabat-sahabat manusia huruf-huruf puisi.
[...]
Norman Adi Satria: Sungguh tidak arif memeteraikan sepenggal sejarah di bahu para pembaharu; meyakini darah selamanya mengandung kutuk turun temurun dari leluhur.
[...]
Norman Adi Satria: Entah apakah suatu saat kelak foto itu bakal di pajang pada bungkus rokok dengan embel-embel tulisan "Rokok Membunuh Chairil" atau tidak.
[...]
Chairil Anwar: Tiba di puncak dan dia sungguh tidak tahu, burung-burung asing bermain keliling kepalanya dan buah-buah hutan ganjil mencap warna pada gaun.
[...]
Norman Adi Satria: Ternyata babi adalah binatang yang paling baik karena bukan cuma berani kotor, dia takut bersih.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah anak manusia memang mesti begitu, di tiap zaman ingin tampil semakin berbeda, hanya demi kian jauh dari bayang-bayang anak monyet yang katanya masih sanak keluarga?
[...]
Joko Pinurbo: Tubuhku rumah kontrakan yang sudah sekian waktu aku diami sampai aku lupa bahwa itu bukan rumahku.
[...]
Norman Adi Satria: Melihat orang kaya raya buang sampah sembarangan dari jendela mobilnya, aku sontak berpikir: apakah ia menjadi kaya bukan karena atitude?
[...]
Siti Rohmah Dani: Semoga nisan tetap bersabar menantiku bernama diatasnya dan menari sambil berlari di bawahnya.
[...]
Norman Adi Satria: Ia membuka laci gerobaknya, dua lembar duit merah bergambar perahu layar menyapa. "Masih jauh untuk menuju Pak Harto, Nak." ucapnya.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Kalau si empunya kebetulan mampir ke rumahnya sendiri, istilahnya: parkir.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Batu kecil yang tadi iseng kaulemparkan ke dalam kolam pemancingan itu mendadak sadar dan membayangkan dirinya ikan.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah jalanan telah menghinakan kami? Apakah memusnahkan kami memuliakanmu?
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua. Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku.
[...]
Norman Adi Satria: Sesiapa yang sekedar jadi binatang, meski sejalang-jalangnya, biarpun dikoyak sepi sesepi-sepinya, belum layak mati bergelar pujangga!
[...]
Sapardi Djoko Damono: Percik-percik cahaya. Lalu kembali hijau namamu, daun yang menjelma kupu-kupu.
[...]