Seks
Puisi Tentang Hasrat Seksual yang Biasanya Berujung Ngewe Alias Ngentot Terbaru 2016.
Sapardi Djoko Damono: "Ia hanya bayang-bayang!" "Bukan, ia tulang rusukku."
[...]
Norman Adi Satria: Haus akan cinta takkan bisa diredakan dengan aqua, teh sisri, jas-jus, ale-ale, fanta, coca cola, sprite, apalagi mijon.
[...]
Joko Pinurbo: Kini aku harus menidurimu. Tubuhmu pelan-pelan terbuka dan merebakkan bau masam dari ketiakmu. Aku gugup.
[...]
Joko Pinurbo: Aku ingin memperkosamu di taman yang hening ini.
[...]
Joko Pinurbo: "Pilih cinta atau nyawa?" ia mengancam. "Beri saya kesempatan mandi dulu. Setelah itu perkosalah saya."
[...]
Joko Pinurbo: Pergi! Tak ada seks di sini. Dulu kautinggalkan ranjang, sekarang hendak kaurampas sisa cinta yang kuawetkan.
[...]
WS Rendra: Ricky, sayang, engkau akan kuninabobokan. Dan bagai bayi akan kau puja tetekku.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Dan serbuk-serbuk hujan tiba dari arah mana saja (cadar bagi rahim yang terbuka, udara yang jenuh) ketika mereka berjumpa. Di ranjang ini.
[...]
Norman Adi Satria: Di Teluk Penyu, aku dipeluk kamu. Berkecipak tentakel sotong, berkecipok menggusel si otong.
[...]
WS Rendra: Sebagai bajingan aku telah kau terima. Engkau melenguh waktu dadamu kugenggam.
[...]
WS Rendra: Ketika bulan tidur di kasur tua, gadis itu kucumbu di kebun mangga. Hatinya liar dan brahi, lapar dahaga ia injak dengan kakinya.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah setelah resleting kita terkunci, kita akan singgah ke warung fotocopy, melaminating kondom bekas kita dan kita pajang dengan figura?
[...]
Norman Adi Satria: Aku pernah menelanjangimu suatu ketika, saat rumah sepi, ayah ibumu pergi.
[...]
Norman Adi Satria: "Selamat malam, sayang. Selamat jalang."
[...]
Norman Adi Satria: Kau bukankan pintu untuknya: gerbang relsretingmu terbuka.
[...]
Norman Adi Satria: Citra dan Marina belakangan mulai genit. Ingin diajak threesome bersama Lifebuoy. Fuhhh... Jangan sampai Ciptadent ikut-ikutan!
[...]
WS Rendra: Perempuan yang cemburu dadanya bagai dua buah kelapa gading, tergunjing-gunjing di dalam blusnya yang merah jambu kerna napasnya yang menderu.
[...]
Remy Sylado: Menuang nada pada keingkaran maknawi atas cinta: keruntunan yang terhujat dari samarnya birahi.
[...]
Joko Pinurbo: “Ayo tangkap saya!” ia menantang sambil ia pamerkan pantatnya yang matang.
[...]
Joko Pinurbo: Semalam sehektar ranjang. Setahun sejengkal badan.
[...]
Nyi Galuh: "Puan, mohon puisikan bagaimana seorang penyair berahi? Bagaimana seorang pujangga horny?"
[...]
Subagio Sastrowardoyo: Ah, perempuan! Sudah beratus kali kuhancurkan badanmu di ranjang. Tetapi kesepian ini, kesepian ini datang berulang.
[...]
Chairil Anwar: Melayang ingatan ke biniku. Lautan yang belum terduga. Biar lebih kami tujuh tahun bersatu.
[...]
Norman Adi Satria: Kita takkan mengenang gelinjang di atas ranjang, sayang. Kita tak bicara soal rintih dalam tindih juga peluh maupun pejuh.
[...]
Norman Adi Satria: Lelaki tak pernah belajar ereksi, termasuk ketika ananda tak sengaja menonton video Duo Serigila di kamarnya. Seketika si buyung berontak dari celana. "Duh, yang lengket-lengket ini apa ya?"
[...]
Norman Adi Satria: Sayang, kita jleb-jleban yuk! Selama Jleb! adalah rindu.
[...]
Norman Adi Satria: Malam ini kamu boleh minta gaya apa saja, tapi aku tak mau ngentot! Karena ngentot hanya pakai otot.
[...]
(W.S Rendra) : Janganlah tuan seenaknya memelukku. Sedangkan pacarku tak berani selangsung itu. Apakah tujuan tuan, sudah cukup aku tahu. Ketika tuan siku teteku,
sudah kutahu apa artinya
[...]
Norman Adi Satria: Kita mendengar degup jantung masing-masing namun tak sanggup memilah mana degupku dan mana jantungmu.
[...]
(Norman Adi Satria) : Malam ini? ayo ah! Sudah lama kita nggak ayo
[...]
(Norman Adi Satria) : Sepasang kelambi terkulai di luar kelambu. Di dalam sepasang tubuh berseteru.
[...]
(Norman Adi Satria) : Itu kolor seorang wanita yang semalam kuajak senggama. Jangan beri tahu istriku ya
[...]
Norman Adi Satria: Wanita itu berhasil. Sang lelaki idaman menidurinya semalaman.
[...]
(Norman Adi Satria) : Pelacur itu masih enggan merebahkan diri di kasurnya yang masih dibanjiri sisa-sisa berahi lelaki
[...]
(Norman Adi Satria) : Jangan lupakan ini, kau bisa saja dicoblos kemudian ditinggal pergi
[...]
Norman Adi Satria: Sudah delapan tahun dua bulan sepuluh hari, aku hanya kau pacari, tubuhku hanya kau nikmati. Mungkin sebentar lagi kau pergi lari karena aku tidak cantik lagi. Bang ini saatnya aku kau nikahi.
[...]
(Norman Adi Satria) : Kolor-kolor basah diterpa angin, menetes resah sisa kemarin.
[...]
Norman Adi Satria: Beri saja aku sebungkus kondom dan seember vodka, biar kita bejat sekalian.
[...]
Norman Adi Satria: Srengenge karo Wulan gari kelonan. Bumi peteng, Wulan meteng.
[...]
Norman Adi Satria: Pujangga itu jatuh cinta pada karyanya sendiri. Tiap kali dia baca tiap kali pula dia orgasme: sesuatu yang tak pernah dia dapat dari istrinya sendiri.
[...]
Norman Adi Satria: Senja telah berlalu, daun Putri Malu menguncup lagi.
[...]
(Norman Adi Satria) : Cintaku memuncak jika kau tampil layaknya Hawa yang belum mengunyah Khuldi.
[...]
Norman Adi Satria: Pasti ada bagian lain yang mengundang hasrat selain lekuk tubuh wanita yang terlihat.
[...]