Mantan
Puisi Cinta Untuk Mantan Pacar atau Kekasih Paling Menyedihkan dan Bikin Galau 2016.
La Ode Muhammad Jannatun: Sebelum lupamu benar-benar berlalu. Sebelum akhirnya namaku menjadi abu.
[...]
Indra Lesmana: Meskipun terluka berpuluh kali aku akan tetap seperti ini padamu. Namun jangan sampai otakmu punah dibuatnya.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanku seekor kupu-kupu. Kupacari ia saat masih ulat bulu.
[...]
Norman Adi Satria: Kukira kitalah yang dikoyak-koyak sepi tapi tak mampus-mampus sampai detik ini.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Angin, yang sering terjepit di antara batang bambu, telah jatuh cinta padanya--hanya Tuhan yang tahu kenapa jadi begitu.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi.
[...]
Norman Adi Satria: Entah rokok atau kamu yang akhirnya membunuhku.
[...]
Norman Adi Satria: Kita butuh benar-benar pikun untuk saling melupakan.
[...]
Chairil Anwar: Kalau kau mau kuterima kau kembali, untukku sendiri tapi. Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku bukan keledai! Dan aku mencari lubang itu sekali lagi. Aku ingin jatuh!
[...]
Muhammad Lutfi: Tenggelamlah dalam pilu kelabu. Aku menyerahkanmu. Membiarkanmu menjadi bagian dari usang.
[...]
Norman Adi Satria: Pacar baruku merayuku dengan puisimu!
[...]
Norman Adi Satria: Ia mungkin masih memiliki pantai yang sama, tapi ombak selalu berganti, entah dimana kini ombak yang dulu menyapu dua pasang jejak sejoli.
[...]
Norman Adi Satria: Sepanjang malam mengisi insomnia dengan mengamati biji. "Jadi imanku tak sebesar biji ini? Pantas saja doi disuruh tetap tinggal malah pindah ke lain hati."
[...]
Norman Adi Satria: Salam buat pacar barumu. Jangan kasih tahu pacarnya ada di puisiku.
[...]
Norman Adi Satria: Bukankah memang begitu adanya. Hanya sampo bocah yang tak pedih di mata.
[...]
Norman Adi Satria: Nostalgia memang tak butuh pemuktahiran kerna bisa membuatnya batal menjadi klasik.
[...]
Norman Adi Satria: Menulisnya sebagai kisah hanya membuatku kembali amatir.
[...]
Norman Adi Satria: Berkawan secangkir kopi masa lalu, kuhirup kembali sebatang cintamu, candu. Hingga terbatuk-batuk aku, berdahak rindu
[...]
Norman Adi Satria: Karena aku bukan keledai, makanya aku jatuh di hatimu-hatimu lagi!
[...]
Chairil Anwar: Aku mau bebas dari segala. Merdeka. Juga dari Ida.
[...]
Norman Adi Satria: Maaf atas jemari yang dulu tak menghapus airmata. Syukurlah, tanpaku kini kau justru bahagia.
[...]
Norman Adi Satria: Dengan tetap mengingatmu, aku masih sanggup untuk sakit berulang kali. Sakit yang takkan pernah lagi sesakit saat kau pergi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku rindu kesederhanaan cinta itu. Cinta yang selalu bergetar tiap kali roda vespamu berputar.
[...]
Norman Adi Satria: Mengapa harus ada Valentine bila kasih sayangmu tinggal kenangan?
[...]
Norman Adi Satria: Aku mengerti perasaannya karena perasaannya adalah perasaanku. Perasaan seseorang yang ditinggalkan dengan seberkas luka menganga.
[...]
Chairil Anwar: Jiwa bertanya: Dari buah, hidup kan banyakan jatuh ke tanah? Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia.
[...]
Norman Adi Satria: Kemarin aku berhasil membebaskan sebuah bayang-bayangmu yang terjebak di sebuah cermin: mataku, tempat dimana biasanya kau berkaca untuk melihat dan menata, sudah rapikah cinta.
[...]
Norman Adi Satria: Gadis nan lugu berlari mengejar sosok yang katanya paling bisa membahagiannya. Seperti dia berlari kembali mencari aku yang telah pergi.
[...]
Norman Adi Satria: Kemarin aku masukkan lagi koin ke telefon umum itu dan berkata: halo kenangan, aku rindu kau. Lalu menutupnya sebelum kau menjawab.
[...]
Norman Adi Satria: Jangan pikir seorang buta warna tak mampu memilah warna, aku hanya tak mampu mengucapnya apakah kau biru atau merah jambu.
[...]
Norman Adi Satria: Setiap kali tahun baru datang, kisah tentangmu semakin usang, kian jadi kenangan klasik yang harus dijaga baik-baik.
[...]
Norman Adi Satria: Bukankah begitu adanya, duhai mantan? Kau hanya mengingat-ingat sedihmu bersamaku supaya kau ikhlas melepaskan?
[...]
Norman Adi Satria: Airmataku memang bodoh, dia butuh jutaan alasan untuk keluar hanya demi pemiliknya kelihatan tegar.
[...]
Norman Adi Satria: Diputusin itu rasanya menyenangkan terutama ketika dalam keadaan move on tiba-tiba mantan minta balikan.
[...]
Norman Adi Satria:Sudah kubilang, ada lagu yang kalau bisa jangan sampai terdengar di telingaku. Bila sampai terdengar, aku ingin lagu kita itu mengalun seindah yang kita nyanyikan dulu.
[...]
Norman Adi Satria: Rasanya masih ingin menulis tentangmu yang telah lama finish. Tapi mau apa lagi dikata dalam tiada laginya kita?
[...]
Joko Pinurbo: Pergi! Tak ada seks di sini. Dulu kautinggalkan ranjang, sekarang hendak kaurampas sisa cinta yang kuawetkan.
[...]
Joko Pinurbo: Di sebuah mandi kuziarahi jejak cinta di senja tubuhmu. Pulang dari tubuhmu, aku terlantar di simpang waktu.
[...]
Norman Adi Satria: Di bawah payung ini hujan pernah berteduh, berlindung dari derasnya kita. Tiktiktik itu suara apa?
[...]
Norman Adi Satria: Dimana kamu? Betah sekali kamu tinggal di dalam pertanyaanku.
[...]
Joko Pinurbo: Minggat saja kau, bajingan. Aku akan selamanya di sini, di rumah yang terpencil di sudut kenangan.
[...]
Chairil Anwar: Ina Mia menarik napas panjang di tepi jurang napsu yang sudah lepas terhembus, antara daun-daunan mengelabu kabut cinta lama, cinta hilang.
[...]
WS Rendra: Kenangan malam, tak bisa ku tidur bila kau datang!
[...]
WS Rendra: Membayangkan wajahmu adalah siksa. Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
[...]
Norman Adi Satria: Tertulis jelas di etalase warungnya Sedia: Kala. Sedangkan di bawahnya nampak kenang-kenang yang mustahil terlupa.
[...]
WS Rendra: Wajahku. Lihatlah, wajahku. Terkaca di keheningan. Berdarah dan luka-luka dicakar masa silammu.
[...]
Norman Adi Satria: Aku belajar untuk merelakanmu semalam suntuk. Tapi apa soal yang keluar? Logaritma, luas trapesium!
[...]
Norman Adi Satria: "Selamat malam, sayang. Selamat jalang."
[...]
Norman Adi Satria: Ini pagi, Selvi mengajak Rusli melayat. Rusli tak pernah tahu, istrinya dan lelaki yang terbaring di peti itu pernah saling rindu.
[...]