Mantan
Puisi Cinta Untuk Mantan Pacar atau Kekasih Paling Menyedihkan dan Bikin Galau 2016.
Norman Adi Satria: Menangisi mantan itu bodoh tahu!
[...]
Norman Adi Satria: Maaf, aku sudah melupakan hafalanku.
[...]
Norman Adi Satria: Hanya yang paling mencintai yang bisa seluka ini.
[...]
Norman Adi Satria: Malam ini kubiarkan namamu sendirian di puisi.
[...]
Norman Adi Satria: Meski kita menjalaninya berdua, kenangan kita tak mesti sama. Contohnya luka ini.
[...]
Norman Adi Satria: Kau takkan bisa menggantikan si hilang itu karena untuk menjadi seperti dirinya pada akhirnya kau harus menghilang juga.
[...]
Norman Adi Satria: Dulu ketika aku melukaimu, kamu menangis di pundak siapa?
[...]
Norman Adi Satria: Jika Tuhan mengizinkan kita bertemu lagi, aku hanya ingin bertanya padamu...
[...]
Norman Adi Satria: Pada akhirnya aku belajar pada para oknum pejabat dan politikus: menghalalkan segala cara untuk melupakanmu.
[...]
La Ode Muhammad Jannatun: Sebelum lupamu benar-benar berlalu. Sebelum akhirnya namaku menjadi abu.
[...]
Norman Adi Satria: Sudah kuduga, usai kau bertanya apa kabar dan kujawab baik-baik saja, kau bakal berairmata.
[...]
Norman Adi Satria: Aku telah kehilanganmu. Haruskah aku kehilangan bayangmu pula?
[...]
Norman Adi Satria: Jangan tanyakan pada bibirku. Selamanya ia akan mengutuki kepergianmu. Jangan tanyakan pada kakiku. Selamanya ia akan menolak menempuhi jalanmu.
[...]
Norman Adi Satria: Sesungguhnya aku pun tidak tahu pasti harus disebut apa kamu ini, protagonis namun selalu menyakiti.
[...]
Norman Adi Satria: Persinggahan itu kini telah menjadi pulangmu. Sedang aku di sini masih menganggapmu pergi.
[...]
Norman Adi Satria: Apakah tentang segalamu aku tak boleh lagi, semacam dukacitamu yang tak usah lagi kutangisi, seperti doamu yang jangan sampai kuamini?
[...]
Indra Lesmana: Meskipun terluka berpuluh kali aku akan tetap seperti ini padamu. Namun jangan sampai otakmu punah dibuatnya.
[...]
Norman Adi Satria: Pergilah! Dan tak usah mudik! Aku bukan kampung halaman.
[...]
Norman Adi Satria: Rugi rasanya, sudah hilang perawan, lagi haid diembat juga, sekarang menyalahkan orang lain dan keadaan atas janji yang tak bisa diwujudkan.
[...]
Norman Adi Satria: Ia masih celingukan di ujung kenangan. Kuhampiri dan tanya: masih menunggu seseorang yang adalah saya?
[...]
Norman Adi Satria: Mantanku seekor kupu-kupu. Kupacari ia saat masih ulat bulu.
[...]
Norman Adi Satria: Kukira kitalah yang dikoyak-koyak sepi tapi tak mampus-mampus sampai detik ini.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Angin, yang sering terjepit di antara batang bambu, telah jatuh cinta padanya--hanya Tuhan yang tahu kenapa jadi begitu.
[...]
Norman Adi Satria: Brengsek, dalam merokok pun aku harus berurusan dengan kau! Pantas saja ujung-ujungnya dada selalu sesak.
[...]
Norman Adi Satria: Ketika tidak ingin menulis apa-apa, justru saat itulah aku menulis. Biar tulisan itu lahir bukan karena hasrat.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi.
[...]
Norman Adi Satria: Entah rokok atau kamu yang akhirnya membunuhku.
[...]
Norman Adi Satria: Kita butuh benar-benar pikun untuk saling melupakan.
[...]
Chairil Anwar: Kalau kau mau kuterima kau kembali, untukku sendiri tapi. Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku bukan keledai! Dan aku mencari lubang itu sekali lagi. Aku ingin jatuh!
[...]
Muhammad Lutfi: Tenggelamlah dalam pilu kelabu. Aku menyerahkanmu. Membiarkanmu menjadi bagian dari usang.
[...]
Norman Adi Satria: Pacar baruku merayuku dengan puisimu!
[...]
Norman Adi Satria: Ia mungkin masih memiliki pantai yang sama, tapi ombak selalu berganti, entah dimana kini ombak yang dulu menyapu dua pasang jejak sejoli.
[...]
Norman Adi Satria: Sepanjang malam mengisi insomnia dengan mengamati biji. "Jadi imanku tak sebesar biji ini? Pantas saja doi disuruh tetap tinggal malah pindah ke lain hati."
[...]
Norman Adi Satria: Salam buat pacar barumu. Jangan kasih tahu pacarnya ada di puisiku.
[...]
Norman Adi Satria: Bukankah memang begitu adanya. Hanya sampo bocah yang tak pedih di mata.
[...]
Norman Adi Satria: Nostalgia memang tak butuh pemuktahiran kerna bisa membuatnya batal menjadi klasik.
[...]
Norman Adi Satria: Menulisnya sebagai kisah hanya membuatku kembali amatir.
[...]
Norman Adi Satria: Berkawan secangkir kopi masa lalu, kuhirup kembali sebatang cintamu, candu. Hingga terbatuk-batuk aku, berdahak rindu
[...]
Norman Adi Satria: Karena aku bukan keledai, makanya aku jatuh di hatimu-hatimu lagi!
[...]
Chairil Anwar: Aku mau bebas dari segala. Merdeka. Juga dari Ida.
[...]
Norman Adi Satria: Maaf atas jemari yang dulu tak menghapus airmata. Syukurlah, tanpaku kini kau justru bahagia.
[...]
Norman Adi Satria: Dengan tetap mengingatmu, aku masih sanggup untuk sakit berulang kali. Sakit yang takkan pernah lagi sesakit saat kau pergi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku rindu kesederhanaan cinta itu. Cinta yang selalu bergetar tiap kali roda vespamu berputar.
[...]
Norman Adi Satria: Mengapa harus ada Valentine bila kasih sayangmu tinggal kenangan?
[...]
Norman Adi Satria: Aku mengerti perasaannya karena perasaannya adalah perasaanku. Perasaan seseorang yang ditinggalkan dengan seberkas luka menganga.
[...]
Norman Adi Satria: Foto-foto buram itu bukanlah kesalahannya, namun karena kita belum menjadi fotografer yang piawai menggenggam kamera.
[...]
Chairil Anwar: Jiwa bertanya: Dari buah, hidup kan banyakan jatuh ke tanah? Menyelubung nyesak penyesalan pernah menyia-nyia.
[...]
Norman Adi Satria: "Sekarang ikannya sudah jadi ikan asin." kataku. "Artinya?" tanyamu. "Awet. Mungkin juga abadi." jawabku.
[...]
Norman Adi Satria: Kemarin aku berhasil membebaskan sebuah bayang-bayangmu yang terjebak di sebuah cermin: mataku, tempat dimana biasanya kau berkaca untuk melihat dan menata, sudah rapikah cinta.
[...]