Puisi Cinta
Kumpulan Puisi Cinta Terbaik dan Paling Romantis Sepanjang Masa.
Wahyu Arsyad: Ia menangis, juga merindukan hari penyesalannya. Hari ia lepas keperawan...
[...]
La Ode Muhammad Jannatun: Sebelum lupamu benar-benar berlalu. Sebelum akhirnya namaku menjadi abu.
[...]
Nuriman N. Bayan: Kau adalah puisi, yang tak sempat kutulis dari sekian imaji yang tumpah dalam sajak.
[...]
Indra Lesmana: Meskipun terluka berpuluh kali aku akan tetap seperti ini padamu. Namun jangan sampai otakmu punah dibuatnya.
[...]
Kiaara: Selamat malam, bulanku, muara sajak tertimbunku. Detik ini, percayamu berjeda. Pun percayaku jadi angkara.
[...]
Wiji Thukul: Karena sekarang aku buron diburu penguasa karena aku beroganisasi.
[...]
Anja Oktovano: Aku menyangkal teori bumi datar. Benarkan bumi bulat pun aku tak rela, Imagiku menyatakan bumi segitiga sama kaki.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanku seekor kupu-kupu. Kupacari ia saat masih ulat bulu.
[...]
Norman Adi Satria: Kukira kitalah yang dikoyak-koyak sepi tapi tak mampus-mampus sampai detik ini.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Angin, yang sering terjepit di antara batang bambu, telah jatuh cinta padanya--hanya Tuhan yang tahu kenapa jadi begitu.
[...]
Norman Adi Satria: Mantanmu itu memang istimewa ya, aku selalu melihat embun menghiasi pipinya. Pipi yang selalu pagi. Kadang terdengar suara burung bernyanyi.
[...]
Norman Adi Satria: Aku masih merah putih, belum jua menyerah memperjuangkanmu, wahai jodoh masa depan!
[...]
Wiji Thukul: Seribu lenganku, seribu kakiku, menjauhkanku padamu.
[...]
Wahyu Arsyad: Semenjak kita berbagi racun ribuan tahun yang lalu hatiku telah mati!
[...]
Norman Adi Satria: Mentang-mentang Yesus jomblo seumur hidup, lantas kamu jadikan pembelaan atas kejombloanmu.
[...]
Norman Adi Satria: Ke sebuah hati rinduku akan pulang. Rindu yang makin gendut kebanyakan makan jarak dan perpisahan.
[...]
Norman Adi Satria: Keromantisan bukan terletak pada apa yang kau perbuat tapi pada kepekaan seseorang yang padanya kau melakukan perbuatan.
[...]
Riska Cania Dewi: Setiap kali denting Lonceng berbunyi ku kira itu kau . Tapi ternyata hanya halusinasiku. Menunggumu seperti tiada henti.
[...]
Maya Dara Regina: Dikau simpan ikan bagai Adam menyimpan rasa.
[...]
Norman Adi Satria: Entah rokok atau kamu yang akhirnya membunuhku.
[...]
Norman Adi Satria: Kita butuh benar-benar pikun untuk saling melupakan.
[...]
Chairil Anwar: Terbang mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat -- the only possibel non-stop flight.
[...]
Chairil Anwar: Kalau kau mau kuterima kau kembali, untukku sendiri tapi. Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
[...]
Wiji Thukul: Jangan lupa, kekasihku. Jika kau ditanya siapa mertuamu, jawablah: yang menarik becak itu. Itu bapakmu, kekasihku.
[...]
Norman Adi Satria: Ia pernah menjadi es lilin, kini mencair ditinggalkan dingin.
[...]
Norman Adi Satria: Dengar, ya! Kamu boleh romantis, tapi jangan merusak lingkungan! Kertas ini terbuat dari pohon! Dan sungai ini bisa cemar oleh gombalanmu!
[...]
Sapardi Djoko Damono: Angin memahatkan tiga panah kata di kelopak sakura--ada yang diam-diam membacanya. Kemarin tak berpangkal, besok tak berujung--tak tahu mesti ke mana angin menyambut bunga gugur itu.
[...]
Sapardi Djoko Damono: "Ia hanya bayang-bayang!" "Bukan, ia tulang rusukku."
[...]
Norman Adi Satria: Dalam alam khayal, kamu sempurna. Pada kenyataannya, kamu adalah kesempurnaan yang lain.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Ada sebutir batu akik diletakkan pelahan-lahan, sangat hati-hati, di hatimu.
[...]
Norman Adi Satria: Setiap kali namamu kusapa, kau selalu menjawab: dalem dan selalu kulanjutkan: banget.
[...]
Sapardi Djoko Damono: Menyanyat garis-garis hitam atas warna keemasan; di musim apa Kita mesti berpisah tanpa membungkukkan selamat jalan?
[...]
Norman Adi Satria: Aku bukan keledai! Dan aku mencari lubang itu sekali lagi. Aku ingin jatuh!
[...]
Norman Adi Satria: Wanita cengangas-cengenges itu bukan wanita seutuhnya. Wanita butuh menangis!
[...]
Norman Adi Satria: Happy atau tidak happy tergantung pada sebuah keputusan, bukan pada sebuah ending.
[...]
Maya Dara Regina: Biarkan aku mencintaimu lewat angin yang mengudara tanpa suara. Hening, sebisu luka yang masih menganga.
[...]
Muhammad Lutfi: Tenggelamlah dalam pilu kelabu. Aku menyerahkanmu. Membiarkanmu menjadi bagian dari usang.
[...]
Riska Cania Dewi: Kita berjalan dalam seutas tali yang sama. Jika tali itu putus bagaimana kita bisa bersatu?
[...]
Norman Adi Satria: Pacar baruku merayuku dengan puisimu!
[...]
Norman Adi Satria: Ia mungkin masih memiliki pantai yang sama, tapi ombak selalu berganti, entah dimana kini ombak yang dulu menyapu dua pasang jejak sejoli.
[...]
Norman Adi Satria: Sepanjang malam mengisi insomnia dengan mengamati biji. "Jadi imanku tak sebesar biji ini? Pantas saja doi disuruh tetap tinggal malah pindah ke lain hati."
[...]
Norman Adi Satria: Yang boleh berbalas hanya surat dan pantun. Puisi tidak. Ia seperti doa: kata-kata yang terjawab dengan perwujudan kata-kata.
[...]
Norman Adi Satria: Salam buat pacar barumu. Jangan kasih tahu pacarnya ada di puisiku.
[...]
Norman Adi Satria: Begitulah, setiap suami akan merindukan tangisan istrinya kerna tiap kali berairmata ia akan minta dimanja-manja. Tapi jika ia cemberut, serasalah diri menjadi duda.
[...]
Norman Adi Satria: Bukankah memang begitu adanya. Hanya sampo bocah yang tak pedih di mata.
[...]
Norman Adi Satria: Nostalgia memang tak butuh pemuktahiran kerna bisa membuatnya batal menjadi klasik.
[...]
Norman Adi Satria: Menulisnya sebagai kisah hanya membuatku kembali amatir.
[...]
Norman Adi Satria: Haus akan cinta takkan bisa diredakan dengan aqua, teh sisri, jas-jus, ale-ale, fanta, coca cola, sprite, apalagi mijon.
[...]
Norman Adi Satria: Bahwa kerut di dahiku adalah bekas memikirkanmu. Bahwa keriput di pipimu adalah sisa senyuman palsu.
[...]
Norman Adi Satria: Berkawan secangkir kopi masa lalu, kuhirup kembali sebatang cintamu, candu. Hingga terbatuk-batuk aku, berdahak rindu
[...]