Ketika Pejabat Mendadak Jadi Penyair – Puisi Norman Adi Satria
Karya: Norman Adi Satria
KETIKA PEJABAT MENDADAK JADI PENYAIR
Karya: Norman Adi Satria
Seorang pejabat tiba-tiba
membacakan puisi karangannya sendiri di panggung itu
meniru gaya Rendra yang menderu-deru
senyinyir Wiji Thukul ketika berlagu
seintelektual Goenawan Mohamad
semisterius Sapardi Djoko Damono
sealim Taufik Ismail dan Gus Mus
sedendam Pramoedya Ananta Toer.
Pejabat itu mengutuksumpahi pejabat
yang korup, kolusi, dan nepotis
yang di tangannya rakyat bagaikan jari manis
yang meskipun manis, namun sama sekali
tak pernah dilibatkan dalam pingsut:
hanya jempol sebagai gajah
telunjuk sebagai orang
dan kelingking sebagai semut.
Rakyat hanya terlibat dalam hompimpa
yang usai alaium gambreng seketika dilupa.
Dengan puisi itu ia seolah ingin bilang
bahwa dirinya adalah perwujudan dari sajak Chairil Anwar:
aku ini binatang jalang lho
dari kumpulannya terbuang
sudah gitu mampus lagi dikoyak-koyak sepi.
Usai membacakannya dengan berkaca-kaca
dan nyaris serak lantaran teriak-teriak
hadirin berdiri sambil berdecak
Ketika pulang, satu per satu datang
menyalaminya dengan berucap:
pengakuan dosanya bagus juga, Pak.
Dengan tergagap ia menjawab:
itu bukan pengakuan dosa
saya sedang menyindir kawan-kawan saya.
Salah seorang kawan pejabat yang mendengarnya segera menyela:
selamat ya, Brur, Anda menorehkan sejarah baru dalam khazanah sastra
akhirnya ada juga penyair yang munafik, korup, kolusi, dan nepotis
saya kira dulu penyair hanya bisa romantis dan melankolis.
Dan setahu saya
puisi memang air jernih yang menyejukkan
puisi bukan air kobokan untuk mencuci tangan.
Pejabat lainnya berbisik di telinganya:
binatang jalang nih yeeee…………..!!!!!!!!!!
Bekasi, 23 Juli 2017
Norman Adi Satria
Komentar