Ruang Pengakuan – Puisi Norman Adi Satria
RUANG PENGAKUAN
Karya: Norman Adi Satria
Ribuan orang datang di suatu senja
mengantri satu per satu memasuki ruang sempit,
menemui wakil Tuhan,
Romo Sang Pastor.
Pastor hanyalah wakil,
hanyalah manusia,
hanyalah pendengar,
dan yang masuk itu
hanya untuk mengakui masa lalu.
Mengakui dosa tak semudah menyombongkan diri,
ada rasa bersalah,
ada rasa sesal,
meski belum tentu terpikir tobat.
“Romo, saya homo.”
Romo kaget, tapi tak boleh berkomentar.
“Romo, saya menggauli istri muda ayah saya.”
Romo geram tapi tak boleh marah-marah.
“Romo, saya tak percaya Tuhan. Tuhan itu siapa sih?”
Romo jengkel tapi harus sabar.
“Romo saya mau bunuh kamu!”
Romo takut tapi tak boleh pengecut.
Usai mereka mengaku,
Romo memberi syarat doa untuk mohon ampunan :
tiga kali Salam Maria,
sepuluh kali Bapa Kami,
seratus kali Doa Tobat.
Romo tahu
berapa kali pun mengulang doa
takkan berdampak apa-apa
tanpa pertobatan batin,
tanpa perubahan sikap.
Tapi umat butuh itu
mereka butuh syarat
mereka butuh sesuatu yang bisa dihitung
karena telah terbiasa hitung-hitungan.
Seolah kita sedang dagang dengan Tuhan,
dosa segini dibayar lunas doa segitu.
Terlepas dosanya akan diampuni atau tidak
itu hak mutlak Tuhan.
Romo hanya bisa bilang: semoga,
umat hanya menjawab: amin.
Bekasi, 14 Juni 2013
Norman Adi Satria
Reblogged this on standupuisi and commented:
Usai mereka mengaku,
Romo memberi syarat doa untuk mohon ampunan :
tiga kali Salam Maria,
sepuluh kali Bapa Kami,
seratus kali Doa Tobat.
SukaSuka
Reblogged this on Kumpulan Puisi Cinta Paling Galau and commented:
“Romo, saya homo.”
Romo kaget, tapi tak boleh berkomentar.
“Romo, saya menggauli istri muda ayah saya.”
Romo geram tapi tak boleh marah-marah.
“Romo, saya tak percaya Tuhan. Tuhan itu siapa sih?”
Romo jengkel tapi harus sabar.
“Romo saya mau bunuh kamu!”
Romo takut tapi tak boleh pengecut.
SukaSuka
Reblogged this on Best Romantic Poetry.
SukaSuka