Sajak Penyair Dan Gerimis
SAJAK PENYAIR DAN GERIMIS
Karya : Norman Adi Satria
Gerimis meringis
“Jatuh itu sakit, Bung!”
katanya usai menimpa kerikil di halamanku,
kini tertambat di daun putri malu.
“Sakit, ya memang sakit.
Tapi bukankah lebih senang bisa kembali ke jatidiri?
menjadi bentuk paling mula
dan paling dimengerti
karena bisa disentuh, dirasa
Menjadi air yang selalu
dirindu tetumbuhan dan tanah
Bukan menjadi uap atau es atau apapun
yang engkau tapi tak serupa engkau.”
kataku.
“Kau, tak akan mengerti apa yang dirasa oleh air,
pribadi yang sama namun tak selalu serupa.
Ketika langit membuangku, laut memanggilku.
Manusia, termasuk penyair sepertimu
takkan memahaminya.” ucapnya.
“Ya, kau benar.
Aku pun tak pernah tahu pribadiku sendiri
yang selalu berubah bentuk
suatu ketika menjadi penyair,
namun kala langit memanggil
aku seketika menjadi sajak
di tangan Sang Maha Penyair.”
kataku.
“Bung, tak ada takaran kebahagiaan
apakah kebahagiaan yang ini
lebih bahagia dari kebahagiaan yang lain.
Begitu pula dengan derita.”
ujarnya.
Kemudian ia jatuh dari pucuk daun itu,
dan bumi menghisapnya,
lenyap.
Bekasi, 22 April 2013
Norman Adi Satria
Reblogged this on standupuisi and commented:
Gerimis meringis
“Jatuh itu sakit, Bung!”
katanya usai menimpa kerikil di halamanku,
kini tertambat di daun putri malu.
SukaSuka
Reblogged this on Kumpulan Puisi Cinta Paling Galau and commented:
“Ya, kau benar.
Aku pun tak pernah tahu pribadiku sendiri
yang selalu berubah bentuk
suatu ketika menjadi penyair,
namun kala langit memanggil
aku seketika menjadi sajak
di tangan Sang Maha Penyair.”
kataku.
SukaSuka
Reblogged this on Best Romantic Poetry.
SukaSuka