ESAI: SUMPAH PEMUDA “Tidak” BERBAHASA SATU – Norman Adi Satria
Karya: Norman Adi Satria
SUMPAH PEMUDA TIDAK BERBAHASA SATU
Oleh: Norman Adi Satria
Isi “Sumpah Pemuda” selalu dikumandangkan tiap tahun (terutama pada tanggal 28 Oktober), karena merupakan tonggak dasar lahirnya bangsa (bukan negara) Indonesia di tahun 1928. Saking rutinnya, masyarakat seolah bergitu hafal. Kemudian tanpa perlu membaca referensi teks aslinya, langsung menuliskan 3 kalimat inti Sumpah Pemuda dalam aneka status Sosial Media.
Kata inti dalam “Sumpah Pemuda” yang terngiang di sebagian besar ingatan khalayak adalah kata “SATU”. Sehingga, kesalahan fatal kerap terjadi, bahkan saya menemukan hal ini ditayangkan di sebuah stasiun televisi, yaitu dengan menuliskan :
1. Bertumpah darah yang SATU, tanah air Indonesia ;
2. Berbangsa yang SATU, bangsa Indonesia ;
3. Berbahasa SATU, bahasa Indonesia.
Ketiga poin tersebut terlihat tidak ada kesalahan. Namun coba kita teliti teks aslinya (dengan ejaan lama) :
*Sumber : Wikipedia
1. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang SATOE, tanah Indonesia ;
2. Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang SATOE, bangsa Indonesia ;
3. Kami poetera dan poeteri Indonesia, MENJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, bahasa Indonesia
Dan dengan ejaan yang disempurnakan :
*Sumber : Wikipedia
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang SATU, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang SATU, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, bahasa Indonesia.
Di dalam teks asli Sumpah Pemuda, tidak pernah tertulis “Berbahasa Satu”, namun “Menjunjung Bahasa Persatuan”. Kedua hal tersebut sangat berbeda.
“Berbahasa Satu” lebih terkesan menekankan penggunaan satu bahasa saja, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Konsekuensinya adalah mengorbankan bahasa ibu (bahasa daerah). Sedangkan para pencetus Sumpah Pemuda telah memikirkan hal ini dengan masak, terbukti dengan pemilihan kata yang menurut saya perlu diapresiasi, “Menjunjung Bahasa Persatuan”, yang mengacu pada penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, di samping penggunaan bahasa-bahasa daerah yang telah ada dan sudah seharusnya tetap dilestarikan.
Jika memang kita masih berkeinginan mewujud-nyatakan dan melestarikan Isi Sumpah Pemuda, sudah seharusnya kita kembali pada teks aslinya, yaitu yang tidak menuliskan “Satu bahasa”, namun “Menjunjung Bahasa Persatuan”.
Bekasi, 27 Oktober 2012
Norman Adi Satria
Reblogged this on standupuisi.
SukaSuka
Reblogged this on nontonpuisi.
SukaSuka
Reblogged this on Best Romantic Poetry.
SukaSuka
Reblogged this on Kumpulan Puisi Cinta Paling Galau.
SukaSuka